Kamis, 25 Februari 2016
Bahaya
Pengadilan AS Kuatkan Bukti Bedak Johnson & Johnson Picu Kanker
Pengadilan St. Louis memenangkan gugatan seorang perempuan yang terkena kanker ovarium.
Produsen raksasa perlengkapan bayi asal Amerika Serikat, Johnson & Johnson (J&J), diwajibkan membayar US$72 juta atau sekitar Rp967,8 miliar kepada keluarga salah satu konsumennya, Jacqueline Fox. Wanita itu menggugat J&J ke pengadilan karena dia terkena kanker ovarium setelah 35 tahun menggunakan produk bedak dan cairan pembersih kewanitaan J&J.
Wanita asal Birmingham, Alabama itu akhirnya meninggal dunia pada Oktober 2015 dan gugatan tersebut dilanjutkan oleh anak laki-lakinya, demikian dikutip dari laman Guardian, 24 Februari 2016. Perjuangan perempuan itu dan keluarganya berujung kemenangan setelah juri di pengadilan di St. Louis, Missouri, memerintahkan J&J membayar US$10 juta untuk kerugian aktual dan US$62 juta untuk ganti rugi.
Marvin Salter mengatakan, ibu asuhnya meninggal setelah dua tahun lebih didiagnosis kanker ovarium. "Dia sudah terbiasa menggunakan bedak, seperti Anda menggosok gigi saja," kata dia.
Dikutip dari laman NBCNews, pengacara keluarga Fox menilai, J&J sudah tahu risiko kesehatan dari produk-produknya sejak tahun 1980-an. "Tapi, mereka berbohong kepada publik dan mereka juga berbohong kepada badan regulasi," kata Jere Beasley. Sebagai bukti di pengadilan, pengacara keluarga Fox melampirkan memo internal dari konsultan medis Johnson & Johnson bertanggal September 1997.
Dikutip dari laman Telegraph, salah satu juri di pengadilan mengatakan bahwa perusahaan berbasis di New Jersey itu dinilai gagal memperingatkan konsumen mengenai potensi bahaya dari produk-produk mereka. Namun, putusan ini dipandang sebagian kalangan, kontroversi, sebab sejauh ini belum ada penelitian yang benar-benar membuktikan kaitan antara bedak dan kanker ovarium.
Sementara itu, Johnson & Johnson tengah menimbang untuk mengambil langkah hukum lanjutan atas putusan pengadilan tersebut. Juru bicara perusahaan itu, Carol Goodrich mengaku kecewa dengan vonis tersebut.
Dia menilai vonis itu bertentangan dengan hasil penelitian yang membuktikan keamanan produk mereka. Dia juga mengutip hasil penelitian dari US Food and Drug Administration dan National Cancer Institute untuk mengklaim keamanan semua produk J&J.
Ribuan gugatan
Sejauh ini, Johnson & Johnson sedang menghadapi sekitar 1.200 gugatan serupa di AS, yakni mengenai dugaan kandungan berbahaya pada setiap produk yang mereka produksi, termasuk sampo bayi Johnson’s No More Tears.
Pada Mei 2009, sebuah koalisi yang menamakan diri mereka Campaign for Safe Cosmetics mendesak Johnson & Johnson menghilangkan bahan produk yang sempat menjadi kontroversi dan diduga berbahaya. Setelah tiga tahun menghadapi bombardir petisi dan publisitas yang negatif, perusahaan itu akhirnya tidak lagi menggunakan 1,4-dioxane dan formaldehyde pada tahun 2012. Kedua bahan itu diduga bersifat karsinogen atau memicu kanker.
Gara-gara ribuan gugatan dan aksi protes itu, Johnson & Johnson kesulitan dalam mendongkrak penjualan dalam beberapa tahun terakhir ini.
Sementara itu, profesor hukum dari Stanford University, Nora Freeman Engstrom, menilai kasus yang menjerat Johnson & Johnson sudah jelas menjadi indikator bahwa ada yang salah dengan produk tersebut. "Dan sudah jelas, para juri sudah melihat buktinya," kata Engstrom, seperti dikutip dari laman BBC. "Juri menyesalkan sikap perusahaan itu (Johnson&Johnson)."
Cancer Research Inggris menyatakan bahwa kaitan antara penggunaan bedak dan kanker ovarium, "masih belum jelas," demikian dikutip dari laman BBC, 24 Februari 2016. Jikalaupun ada, badan amal itu menilai, risiko keterkaitan bedak dengan kanker ovarium, kecil.
Badan amal kanker ovarium, Ovacome juga menyatakan bahwa penyebab kanker ini maish belum pasti dan kemungkinan besar merupakan kombinasi beberapa faktor yang berbeda, termasuk faktor lingkungan. Bukan hanya satu faktor saja, semisal bedak.
Ovacome juga mengutip hasil dari 16 penelitian tahun 2003 yang melibatkan 12 ribu wanita. Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan bedak meningkatkan risiko kanker ovarium sekitar 1/3 kali saja. Hasil yang sama juga didapat dari beberapa penelitian di Amerika Serikat terhadap 18 ribu wanita.
Namun, Ovacome mengingatkan bahwa penelitian semacam ini bisa saja bias sehingga menghasilkan kesimpulan yang tak pasti. "Dalam sebuah studi besar pada 2000 melibatkan hampir 80 ribu wanita menemukan bahwa tak ada kaitan antara penggunaan bedak dengan risiko kanker ovarium," demikian pernyataan Ovacome.
Badan amal ini menyatakan, meski bedak meningkatkan risiko kanker ovarium sampai 1/3 kali, "Bandingkan dengan rokok dan alkohol yang meningkatkan risiko kanker esofagus hingga 30 kali. Kanker ovarium itu penyakit yang jarang dan risiko peningkatan penyakit ini pun memang kecil."
sumber : money. id
0 Response to "Pengadilan AS Kuatkan Bukti Bedak Johnson & Johnson Picu Kanker"
Posting Komentar